DELIMA
Terdapat sebuah pekuburan yang letaknya tak jauh dari kantor tempatku
bekerja. Aku selalu melewati pekuburan tersebut ketika berangkat bekerja,
selalu saja air mataku menetes dan ingatan itu satu persatu kembali
muncul dalam benakku. Sepuluh tahun yang lalu, sebuah peristiwa telah terjadi
padaku. Sampai detik ini aku masih
mengingat semua peristiwa telah
membuat hidupku berubah.
Pada suatu hari terdengar suara berisik telah
menggangu tidurku. Jam dinding masih menunjukan pukul enam pagi, Aku
melangkahkan kaki menuju asal suara yang telah membuatku terbangun. Suara
tersebut ternyata berasal dari gudang tua yang letaknya tak jauh dari kamarku.
Aku mendapati sesosok lelaki yang bermata tajam, ia menatapku sembari
memberikan senyum hangat di wajahnya, lalu ciuman mendarat di keningku.
“Selamat pagi sayang, baru bangun
ya?” Dialah satu satunya lelaki yang palingku cintai di dunia ini.
“ Iya, Ayah sedang apa?”
“Membersihkan gudang, kamu mau
membantu? Lekas buka peti tua disudut gudang itu!” segeraku buka peti tua
tersebut, ternyata isinya berupa buku-buku tua yang usang dan berdebu.
“Isinya buku buku tua! Mau dibuang semuanya ya?” Wajah Ayah berubah
setelah mendengar ucapanku, seakan ada badai telah melanda hatinya. Segera ku
hampiri Ayah.
“Apa aku salah bicara yah ?”
“Kamu mau membuang semua buku-buku milik Ibumu?” Aku sangat tidak menyangka
kalau Ayah masih menyimpan beberapa koleksi buku milik Ibu.
“Tidak, Ayah. Akan aku rapikan buku-buku milik Ibu” dengan perasaan
bersalah, segeraku pilih buku yang masih bisa dibaca dan kuletakkan di
perpustakaan kecil milik kami.
Wajah Ayah yang suram telah kembali hangat seperti biasanya, terlihat di
wajahnya kalau badai yang telah aku buat tadi telah sirna. Kini Ayah sibuk
memperbaiki pintu gudang yang macet, seraya bernyayi untuk menghibur dirinya
sendiri. Aku sangat senang karena Ayah telah kembali bersemangat seperti
biasanya, Aku melangkah menuju dapur dan membuat sarapan untuk kami. Ketika
sedang asyik mengoleskan selai pada roti, Aku tak sengaja melihat keluar
jendela.
“Seorang tukang pos ?” Aku segera berlari menghampiri kotak pos yang
telah lama kosong. Kalau di ingat-ingat dua minggu yang lalu, Aku dan Ayah
ingin menanggalkan kotak pos tersebut. Karena kami rasa di zaman yang canggih
ini, tidak ada lagi orang yang ingin berkirim surat melalui jasa kantor pos.
Setelah tiba di depan kotak pos tersebut, segeraku
ambil surat yang berada di dalamnya. Ternyata terdapat dua pucuk surat, surat
pertama dari kantor KPU, yang isinya undangan pencoblosan kepala daerah dan
surat kedua memiliki amplop berwarna merah muda, layaknya surat cinta dari
seorang pemuda kepada gadis idamannya. Aku hanya tersenyum sambari memandangi
surat tersebut
|
“Mungkinkah surat ini untuk diriku, siapa lelaki romantis yang telah mengirim
surat dengan amplop merah muda ?” yang
sangat membuatku terkejut adalah surat itu bukan dari seorang lelaki, namun
dari seorang wanita yang bernama Imaidina dan surat itu ditujukan untuk Ayahku.
Segera ku baca isi surat tersebut.
Untuk yang tercinta
Aldo S.
Aku adalah sebatang lilin kesepian, sejak kau hadir di
hidupku, kau nyalakan secercah cahaya pada lilin kesepian ini. Aku akan selalu menerangi hidupmu asalkan kau
ijinkanlah aku untuk selalu bersama denganmu. Walaupun aku tahu, sebatang lilin
pada akhirnya akan meleleh demi menerangi hidup orang yang di cintainya.Ttetaplah
yakin atas cintaku padamu.
Ima
“Apakah ini mimpi?” Seorang wanita telah mengirimkan surat cinta, kepada
pria yang sekarang statusnya duda dan memiliki anak gadis berusia 15 tahun. Aku
sungguh tidak mengerti, ada wanita yang
mengirimkan surat cinta pada Ayahku. Dan bodohnya Aku adalah orang pertama yang
membaca surat ini. Apakah di seorang wanita yang hidup puluhan tahun yang lalu,
sehingga Dia mencoba mendekati Ayahku dengan surat murahan tersebut. Lamunanku
terhenti, Aku mendengar Ayah memanggilku dari kejauhan. Aku memutuskan untuk
menyembunyikan surat tersebut dari Ayah, aku sangat tidak rela kalau Ayah akan
berhubungan dengan wanita rendahan yang bernama Imaidina.
“Ada surat
datang ya, tumben?”
“Bukan surat sih, tapi undangan pencoblosan kepala daerah” Segera Aku
serahkan undangan tersebut kepada Ayah. Ia kembali bertanya padaku.
“Kau
letakkan dimana buku buku Ibumu ?”
“Aku menyusunnya di perpustakaan kita, Ayah ayo kita sarapan !” dengan lahap kami memakan dua lembar roti
tawar dengan selai kacang, tak lupa aku menyiapkan kopi hangat untuk Ayah, dan
segelas susu coklat untukku.
Setelah sarapan, Ayah menuju ruang tamu untuk menonton televisi. Aku
membereskan meja makan, mencuci piring kotor dan membersihkan dapur. Aku
kembali teringat surat cinta yang aku peroleh tadi pagi, ku rogoh saku celana
yang didalamnya berisi surat tersebut. aku segera bergegas menuju kamarku,
surat tersebut aku letakkan di dalam lemari yang terkunci, dengan harapan Ayah
tidak akan menemukannya apalagi membaca isinya.
Ketika ingin pergi tidur, Aku kembali teringat pada surat cinta tersebut.
Dalam hatiku yang paling dalam, aku sangat yakin kalau Ayah akan selalu
mencintai Ibu, Dia pasti akan menolak untuk menikah lagi. Aku masih mengingat
janji telah di ucapkan oleh Ayah ketika Ibuku sedang sakit, beliau mengatakan
bahwa akan menjaga diriku serta berjanji tidak akan menikah lagi. Walaupun maut
telah memisahkan mereka, Aku sangat yakin bahwa Ayah akan tetap mencintai Ibuku,.
“Tuhan, cobaan apa yang akan menimpa hambamu ini? tak cukupkah kau pisahkan Aku dengan Ibuku?
ditambah lagi sekarang ada seorang wanita yang mencintai Ayahku, Aku jelas
sangat tidak ingin memiliki Ibu tiri”
Kesedihan ini terasa sangat menyiksa batinku, air mata masih mengalir membasahi
pipiku, dengan berjalannya waktu perlahan mataku tertutup.. Hati kecilku sangat
takut akan sosok ibu tiri, yang mungkin saja akan datang menghampiriku. Dengan perlahan
Ia nantinya akan menghasut Ayah, sehingga ia tidak akan mempercayai dan
menyayangiku lagi. Kisah hidupku akan penuh dengan derita dan siksa dari
seorang Ibu tiri yang kejam. Mungkin menurut Ayah ini hanya terdapat dalam film
ataupun cerita pendek, namun kenyataannya yang Aku tahu, memang begitulah Ibu
tiri di dunia nyata.
Pada hari berikutnya, Aku kembali dikejutkan dengan melihat seseorang
yang sangat ku benci.
“Tukang pos lagi ?” Beberapa hari yang lalu, tukang pos telah
menyampaikan surat cinta untuk Ayah, sekarang apakah si wanita murahan itu
masih saja ingin menggoda Ayahku. Segera Aku berlari menghampiri kotak pos
tersebut, ku lihat hanya ada sepucuk surat yang benar saja, nama Imaidina
melekat pada surat tersebut.
Untuk yang tercinta
Aldo S.
Aku sangat bahagia karena sebentar lagi kita akan
segera menikah. Aku adalah wanita yang paling beruntung di dunia ini. Aku akan
selalu berusaha untuk menjadi isteri dan ibu yang baik di masa depan. Terima
kasih atas cinta dan kesempatan yang telah kau berikan padaku. Aku sangat
bahagia bisa bersama dengan dirimu.
Ima
Bagai ada petir telah menyambar
kepalaku, kilat yang membutakan mataku, tubuh yang dulu kering, sekarang
dipenuhi keringat dingin. Semua kebahagiaan seakan sirna, setelah Aku membaca surat terkutuk dari
wanita yang bernama Imaidina. Sungguh ini adalah sebuah bukti penghianatan atas
cinta Ibuku.
Hasutan dari iblis merasuk kedalam hati, sehingga Aku memutuskan untuk
pergi meninggalkan rumah. Aku sudah tak peduli lagi pada Ayah dan keinginannya untuk
menikah lagi. Jangankan melihat Imaidina, mendengar suaranya pun, aku sudah tak
sudi. Dia bagaikan iblis yang sengaja tercipta untuk menyiksaku dikemudian
hari.
Dengan wajah sendu, Aku memutuskan untuk meninggalkan rumah untuk pergi
menuju sebuah kota dimana Tanteku tinggal. Aku pergi kesana dengan menggunakan
bus. Perjalanan selama dua hari telah cukup untuk mengantarku ke kota tersebut.
Aku masih mengenali jalanan di kota itu, kemudian dengan menggunakan angkot aku
pergi menuju rumah tanteku.
Aku mengetuk pintu, Setelah pintu rumah terbuka, kulihat Tante keluar
bersama dengan seorang wanita cantik. Wanita itu langsung memeluk tubuhku. Aku
berontak, lalu mendorong tubuh wanita itu.
“Siapa kamu?” Ucapku
“Apa kamu tidak mau melihat ayahmu untuk terakhir kali ? ayo cepat
pulang ke rumahmu !” ucapnya. Aku berbisik kepada Tante,
“Memangnya apa yang terjadi pada Ayah?” Tante meneteskan air mata, Aku
pun bingung. Lalu aku membentak wanita tersebut,
“Aku sudah tidak peduli lagi pada Ayahku, Aku sudah menerima sebuah surat
yang menyatakan bahwa Ayah akan segera menikahi seorang wanita yang bernama Ima.
. . maksudku wanita yang bernama lengkap Imaidina. Dialah yang kelak akan menjadi Ibu tiriku. Itulah
alasannya sehingga aku memilih untuk pergi dan tinggal disini” Tante menarik
tanganku dan berkata
“Ini hanyalah sebuah kesalahpahaman, dengarkan Tante baik baik. Apa kau
ingat siapa nama lengkap Ibumu?”
“Delima Sarasvati” jawabku. Tante memelukku,
“Ima adalah nama panggilan sayang dari Ayahmu untuk Ibumu, ketahuilah
bahwa Ibumu memiliki saudara tiri yang bernama Imaidina. Surat yang kau baca itu
adalah surat cinta milik Ibumu, karena terlalu malu maka Ibumu tidak mengirimkan
surat tersebut kepada ayahmu, Tante juga mengetahui bahwa Dina memang
mengirimkan surat itu untuk ayahmu,”
“Lalu, mengapa surat itu ada di tangan Dina?”tanyaku
“Surat itu dititipkan Ibumu kepada
Dina untuk disimpan” Wanita cantik itu menahan tangis dan berkata,
“Namaku Imaidina, aku adalah
saudara tiri Ibumu. Ketika aku sedang membersihkan rumah, aku tak sengaja
menemukan surat tersebut, aku bermaksud ingin menyerahkan surat itu kepada
Ayahmu. Tantemu yang memberika nomor telpon Ayahmu padaku. Setelahaku menjelaskan tentang surat tersebut, akhirnya
Ayahmu menyuruhku untuk mengirim surat itu ke alamat rumahmu”
“Jadi kamu adalah tanteku?lalu apa yang terjadi pada Ayahku?”tanyaku
“Aku memang tantemu, beberapa
tahun yang lalu, Aku menetap di luar negeri, mungkin itulah sebabnya kamu tidak
pernah bertemu denganku. Aku datang kesini atas permintaan dari Ayahmu. Pada hari disaat kau pergi meninggalkan rumah,
Ayahmu sangat khawatir, ia terus saja mencari dirimu. Pada suatu malam, Ayahmu memberikan alamat tantemu dan menyuruhku untuk
mendatangi alamat tersebut. Tak lama setelah itu, aku mendapatkan telpon dari Ayahmu
lagi, namun bukan Ayahmu yang berbicara, seorang polisi lah yang berbicara
padaku. Ia mengatakan bahwa Ayahmu terkena musibah kecelakaan dan yang lebih
buruknya lagi nyawa Ayahmu tidak dapat diselamatkan. Siang ini Ayahmu akan
segera dikebumikan”
Air mata kembali membasahi pipiku, dengan segala penyesalan atas apa
yang telah aku perbuat. Kini semuanya tampak jelas bagiku. Ayah adalah lelaki yang
setia, dan Imaidina ternyata adalah tanteku. Aku lah yang telah menyebabkan ini
semua ini terjadi, andai dulu disaat surat itu datang Aku berterus terang pada
Ayah, maka semua ini tidak akan pernah terjadi.
Ayah telah pergi menyusul Ibu, semenjak itulah Imaidina mengajakku untuk
tinggal bersama dengannya, ia juga berjanji akan menjagaku seperti anak
kandungnya sendiri. Wanita yang mulanya aku benci, akhirnya menjadi Ibu
pengganti bagiku. Dan sekarang aku telah berumur 25 tahun, namun kasih sayang
Imaidina tetap ada untukku, selayaknya cinta Ibu kepada anaknya.
TAMAT
***
Jantung berdetak lebih kencang
hati terasa berdebar-debar
tunggu!!!
Ini bukan cinta
Bukan pula amarah
***
Kembalilah Cahaya Hidup
hati terasa berdebar-debar
tunggu!!!
Ini bukan cinta
Bukan pula amarah
Ini hanya sebuah perasaan
yang tak menentu
ketika dunia yang terang berubah
menjadi gelap
dunia yang ramai menjadi sepi
siang berubah menjadi malam
kegembiraan menjadi kedukaan
keberanian menjadi ketakutan
MATAHARI
oh bulan, ku mohon
kembalikan matahariku
kembalikan cinta dan hidupku
kulalui hidup dengan matahari
matipun akan tetap sama
itulah diriku
milikmu
BULAN
kau menang
kau yang perkasa
tapi hanya beberapa saat,
cintaku telah kembali
kau matahari,
hidupku
BUMI
kekasihku
Matahari tercinta
bersatulah engkau
bersamaku
selalu
09/03/16
Tidak ada komentar :
Posting Komentar