BAB I
PENDAHULUAN
Dalam perkembangan ilmu sastra, mulailah dirasakan adanya pengaruh dari
ilmu kemasyarakatan dan psikologi dalam studi sastra. Dengan semakin kuatnya
arus masuk sosiologi dan psikologi ke dalam studi sastra, maka muncullah dua
pendekatan baru, yakni: (1) pendekatan sosiologi yang memanfaatkan teori
sosiologi; (2) pendekatan psikologi yang memanfaatkan teori psikologi.
Munculnya kajian sastra dengan menggunakan pendekatan psikologi ini
berawal dari semakin meluasnya pengaruh teori psikoanalisis-nya Freud yang
mulai muncul tahun 1905. Meluasnya teori psikoanalisis ini disebabkan oleh
semakin luasnya penyebaran teori Freud mengenai tafsir mimpi (1900) dan Tiga
teori tentang seksualitas (1905). Ditambah lagi, kedua teori penting tersebut
telah berhasil mengangkat Freud ke puncak kejayaan sebagai tokoh psikologi
modern. Hal itu diperluas lagi mengenai teori psikologi oleh murid-murid Freud
seperti: C.G. Jung dengan psikoanalitis dan I.A. Richard dengan teori
Kepribadian.
Dengan semakin meluasnya teori psikoanalisis tersebut, tidak terelakan
lagi meluasnya pengaruh ke dalam berbagai sisi kehidupan, seperti agama, etika,
edukatif, sosial, dan dunia sastra. Dengan pengaruh psikologi tersebut, para
penelaah sastra mulai melakukan studi sastra dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan psikologi.
Namun, semakin berkembangnya psikologi sebagai suatau disiplin ilmu, maka
studi sastra dengan pendekatan psikologi pun tidak semata bertumpu pada teori
psikoanalisis-nya Freud, tetapi juga psikologi Gestalt, psikologi Behavioral,
psikologi Eksistensial, psikologi Sosial, dan sebagainya.
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan pada
latar belakang, dapat
diformulasikan permasalahan pokok sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan teori Psikoanalisis?
2.
Bagaimana sejarah perkembangan
teori psikoanalisis?
3.
Siapakah tokoh-tokoh dalam teori Psikoanalisis?
4.
Bagaimana kajian Psikologi
terhadap Karya Sastra?
5.
Bagaimana kajian
Psikologi terhadap Pembaca ?
C.
Tujuan dan
Kegunaan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk mendapatkan deskripsi tentang
teori Psikoanalisis
2.
Untuk mengetahui sejarah
perkembangan teori psikoanalisis
3.
Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam
teori psikoanalisis.
Sedangkan
kegunaan penulisan makalah ini adalah diharapkan makalah ini dapat
menjadi bahan belajar pada mata kuliah Prosa
Fiksi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Umum Psikoanalis
Psikoanalisis sendiri pada awalnya adalah sebuah metode
psikoterapi untuk menyembuhkan penyakit-penyakit mental dan syaraf, dengan
menggunakan teknik tafsir mimpi dan asosiasi bebas. Teori ini kemudian meluas
menjadi sebuah teori tentang kepribadian. Konsep-konsep yang terdapat dalam
teori kepribadian versi psikoanalisis ini termasuk yang paling banyak dipakai
di berbagai bidang, hingga saat ini.
Konsep Freud yang paling mendasar adalah teorinya tentang
ketidaksadaran. Pada awalnya, Freud membagi taraf kesadaran manusia menjadi
tiga lapis, yakni lapisan unconscious (taksadar), lapisan preconscious
(prasadar), dan lapisan conscious (sadar). Di antara tiga lapisan
itu, taksadar adalah bagian terbesar yang memengaruhi perilaku manusia. Freud
menganalogikannya dengan fenomena gunung es di lautan, di mana bagian paling
atas yang tampak di permukaan laut mewakili lapisan sadar. Prasadar adalah
bagian yang turun-naik di bawah dan di atas permukaan. Sedangkan bagian
terbesar justru yang berada di bawah laut, mewakili taksadar.
Dalam buku-bukunya yang lebih mutakhir, Freud
meninggalkan pembagian lapisan kesadaran di atas, dan menggantinya dengan
konsep yang lebih teknis. Tetapi basis konsepnya tetap mengenai ketidaksadaran,
yaitu bahwa tingkah laku manusia lebih banyak digerakkan oleh aspek-aspek tak
sadar dalam dirinya. Pembagian itu dikenal dengan sebutan struktur kepribadian
manusia, dan tetap terdiri atas tiga unsur, yaitu id, ego, dan superego.
·
Id adalah bagian
yang sepenuhnya berada dalam ketidaksadaran manusia. Id berisi cadangan
energi, insting, dan libido, dan menjadi penggerak utama tingkah laku manusia.
Id menampilkan dorongan-dorongan primitif dan hewani pada manusia, dan bekerja
berdasarkan prinsip kesenangan. Ketika kecil, pada manusia yang ada baru id-nya.
Oleh karena itu kita melihat bahwa anak kecil selalu ngotot jika menginginkan
sesuatu, tidak punya rasa malu, dan selalu mementingkan dirinya sendiri.
·
Ego berkembang dari
id, ketika manusia mulai meninggalkan kekanak-kanakannya, sebagai bentuk
respon terhadap realitas. Ego bersifat sadar dan rasional. keinginan-keinginan id
tidak selalu dapat dipenuhi, dan ketika itulah ego memainkan
peranan. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas. Misalnya, ketika id
dalam diri kita ingin makan enak di restoran mahal, tetapi keuangan kita tidak
mampu, maka ego tidak bisa memenuhi keinginan itu.
·
Superego muncul akibat
persentuhan dengan manusia lain (aspek sosial). Dalam keluarga, superego ditanamkan
oleh orang tua dalam bentuk ajaran moral mengenai baik dan buruk, pantas dan
tidak pantas, dsb. Superego muncul sebagai kontrol terhadap id,
terutama jika keinginan id itu tidak sesuai dengan moralitas masyarakat.
Superego selalu menginginkan kesempurnaan karena ia bekerja dengan
prinsip idealitas.
B.
Sejarah Perkembangan Teori Psikoanalisis
Dimulai dari suatu metode penyembuhan penderita sakit jiwa, hingga menjadi
sebuah gagasan baru tentang manusia, psikoanalisis dianggap salah satu gerakan
revolusioner dalam bidang psikologi. Peletak dasar teori ini adalah Sigmund
Shlomo Freud, yang dijuluki sebagai bapak penjelajah dan pembuat peta
ketidaksadaran dimana hal itu merupakan sumber energi perilaku manusia. Freud
menyusun sebuah model sifat manusia untuk memahami manusia.
Sigmund Freud dilahirkan di Moravia, Cekoslovakia pada
tanggal 6 mei 1856, pada usia 4 tahun bersama keluarganya Freud pindah ke Wina,
Austria sebuah tempat dimana beliau kemudian menghabiskan hampir sebagian besar
hidupnya. Sejak kecil beliau dikenal pandai, gemar membaca, dan menguasai
berbagai bahasa, di antaranya bahasa Jerman, Perancis, Inggris, Italia,
Spanyol, Latin, Yunani, dan lain sebagainya. Kondisi politik Austria saat itu
membatasi ruang geraknya sebagai seorang Yahudi untuk bisa meneruskan cita-citanya
kuliah di fakultas hukum, sehingga Freud memutuskan untuk mengambil jurusan
kedokteran, dan pada usia 25 tahun dia telah lulus dan bekerja di sebuah rumah
sakit di kota Wina. Di sini Freud bertemu dengan seorang dokter dokter
spesialis syaraf bernama Josef Breuer, yang sedang merawat seorang pasien
dengan gejala-gejala histeria bernama Bertha Pappenheim.
Pada tahun 1885 Freud mendapatkan kesempatan untuk pergi ke
Paris selama 4 bulan dan bertemu dengan Jean Charchot, seorang ahli syaraf dan
hipnotis berkebangsaan Jerman. Dari beliau, Freud belajar tentang penggunaan
hipnotis untuk menyembuhkan gejala-gejala histeria. Sepulangnya dari Paris, di
Wina Freud kembali bekerja sama dengan Breuer dan menghasilkan sebuah buku yang
sangat terkenal Studies of Hysteria (Freud & Breuer, 1895). Buku ini
kemudian menjadi dasar bagi penelitian-penelitian Freud selanjutnya, beliau
pertama kali memperkenalkan istilah psikoanalisa pada tahun 1896.
Tulisan-tulisan Freud berikutnya pada periode tahun 1890-an banyak membahas
tentang pentingnya peningkatan kesadaran individu tentang kehidupan
seksualitasnya. Menurut Freud gejala-gejala histeria dan neurosis disebabkan
oleh pengalaman seksual yang traumatis pada masa kecil.
Kombinasi antara ketertarikan Freud kepada masalah-masalah
kejiwaan dengan pengalaman pribadinya pada masa kecil, dimana dia pernah
mengalami ketertarikan pada ibu tirinya, serta rasa marahnya pada sang ayah,
membuatnya ingin melakukan penelitian tentang mimpi dan fantasi. Hasil
penelitiannya tersebut dituangkan dalam karya terbesar Freud yaitu Interpretation
of Dreams, yang diselesaikannya pad tahun 1899, berisi tentang konsep bahwa
mimpi merefleksikan harapan-harapan yang ditekan, dan bahwa proses mental dan
fisik itu saling berhubungan satu sama lain, sebuah konsep yang saat itu banyak
mendapatkan penolakan dari masyarakat luas.
Seiring dengan penolakan tersebut, respon positif mulai
berdatangan dari beberapa simpatisan, dimulai dengan mengadakan forum the Wednesday
Psychological Society (1902) hingga menjadi the Vienna Psychoanalytic
Society (1908). Pada tahun-tahun itu Fr eud juga menjadi semakin produktif
dalam menulis, beberapa buku berhasil diterbitkannya antara lain : the
Psychopathology of Everyday Life (1901), Three Essays on Sexuality
(1905), dan Jokes and Their Relation to the Unconscious (1905). Sebuah
peristiwa penting yang akhirnya memberikan pengakuan terhadap psikoanalisa dan
membawanya ke Amerika adalah undangan dari Stanley Hall untuk memberikan kuliah
umum di Clark University di Worcester, Massachusetts pada tahun 1909. Setelah
itu perhatian dunia semakin besar terhadap teori Psikoanalisa, ditambah dengan
terbitnya buku penting Freud yang lain seperti Introductory Lectures on
Psycho-Analysis (1917) dan the Ego and the Id (1923).
Perkembangan penting dalam psikoanalisa bukan hanya tentang
tulisan-tulisan Freud tapi juga seputar interaksinya dengan para pengikutnya.
Beberapa dari muridnya mengembangkan teori psikoterapinya sendiri seperti
Alfred Adler, Carl Jung, dan Otto Rank, yang kemudian disebut sebagai
neo-Freudian, lebih memfokuskan pada faktor-faktor sosial dan budaya daripada
faktor biologis. Karen Horney (1937) yang tidak setuju dengan pandangan
Freud tentang perempuan, berpendapat bahwa faktor budaya dan hubungan interpersonal
lebih berpengaruh terhadap kepribadian individu daripada trauma masa kecil.
Erich Fromm (1955) memfokuskan penelitiannya pada kelompok-kelompok sosial dan
perubahan kebudayaan. Neo-Freudian yang paling banyak mendapat perhatian karena
memberikan tambahan dimensi pada teori psikoanalisa, adalah Harry Stack
Sullivan (1953) dia memberikan penekanan pada faktor-faktor interpersonal dan
hubungan teman sebaya pada masa kecil.
Sigmund Freud terus aktif berkarya hingga maut menjemputnya
pada tahun 1939 karena penyakit kanker mulut dan rahang yang telah dideritanya
selama 16 tahun terakhir, dan melewati 33 kali operasi. Beliau meninggal dunia
di London pada usia 83 tahun dan meninggalkan warisan yang tidak ternilai bagi
dunia psikoterapi modern.
C.
Tokoh-tokoh Teori Psikoanalisis
1.
Sigmund Freud, seorang yang sangat berbudaya dan beliau mendapatkan dasar
pendidikan Austria yang menghargai karya Yunani dan Jerman Klasik.
2.
T.S Elliot
3.
Carl.G.Jung.
4.
Ribot, psikolog Perancis
5.
L.Russu
6.
Wordsworth yang menggunakan psikologi sebagai uraian genetik tentang puisi.
7. Tatengkeng,
Pujangga Baru. Menyatakan bahwa untuk menulis puisi yang baik penyair harus
dalam keadaan jiwa tertentu pula.
D. Sinopsis
The Kite Runner adalah sebuah kisah penuh kekuatan
tentang persaudaraan, kasih sayang, pengkhianatan, dan penderitaan. Khaled
Hosseini dengan brilian menghadirkan sisi-sisi lain dari Afghanistan,
negeri indah yang hingga kini masih menyimpan duka. Tetapi, bahkan kepedihan
selalu menyimpan kebahagiaan. Di tengah belantara puing di kota Kabul, akankah
Amir menemukannya?
The Kite Runner mengisahkan tentang dua sahabat
karib yang bernama Amir dan Hassan. Amir merupakan seorang anak
keturunan Ras Pashtun (ras terhormat di Afghanistan pada saat itu), ayahnya
bernama Agha Sahib, seorang duda yang kaya raya. Sedangkan Hassan hanyalah anak
seorang pelayan. Ayah Hassan bernama Ali dan ia merupakan pelayan di rumah Agha
Sahib. Hassan merupakan anak keturunan Ras Hazara. Amir dan Hassan tinggal di
Kabul Afghanistan, dan pada saat itu merupakan era pertempuran antara Taliban
dengan Rusia. Amir dan Hassan selalu bermain bersama. Di tempat mereka tinggal,
ada seorang anak yang bernama Assef yang memiliki kelainan seksual dan suka
menganiaya anak laki-laki bersama geng brutalnya. Pada suatu hari, Assef ingin
mencelakai Amir. Namun Hassan menyelamatkan Amir dengan gagah berani. Ia
menembakkan ketapel ke mata Assef. Assef meraung kesakitan dan berjanji akan
membalas perbuatan itu. Hassan setia mengikuti kemanapun Amir pergi, bahkan ia
juga selalu berusaha melindungi Amir dari serangan Assef. Pada saat ulang tahun
Hassan, Amir menghadiahi sebuah layang-layang kepada Hassan. Hassan sangat
senang sekali menerima hadiah itu dan ia juga berjanji untuk mengajari Amir
bermain layang-layang. Amir tidak bisa bermain layang-layang dan Hassan adalah
seorang pemain layangan yang hebat. Berkat pengajaran dari Hassan, Amir dapat
memainkan layang-layang dengan sangat baik. Bahkan pada saat ada pertandingan lokal
bermain layang-layang, Amir berhasil memenangkannya. Pada saat Hassan pergi
mengambil layang-layang Amir yang terjatuh di suatu tempat, Assef mengikutinya
dan berhasil mendapatkan Hassan yang tengah sendirian berada di sebuah gang
yang sepi. Pada saat itulah, Assef melakukan tindak kekerasan seksual kepada
Hassan. Sebenarnya pada saat kejadian itu, Amir melihatnya. Namun ia memutuskan
untuk melarikan diri dan tidak menolong sahabatnya, Hassan, yang telah rela
melakukan apapun demi dia. Semenjak kejadian itu, Amir menjauh dari Hassan dan
berbuat apa saja untuk membuat Hassan bisa pergi jauh dari dirinya. Pada saat
itulah Amir memfitnah Hassan telah mencuri jam tangannya. Akibat peristiwa itu,
Ali, ayah Hassan memutuskan untuk tidak bekerja lagi untuk keluarga Agha Sahib.
Beberapa Tahun kemudian, terjadi invansi besar-besaran oleh Rusia, yang membuat
Agha Sahib dan Amir harus mengungsi ke Amerika. Di Amerika, Amir mmenyelesaikan
pendidikannya dan menjadi seorang penulis novel. Amir kemudian menikah dengan seorang
wanita bernama Soraya, yang merupakan seorang puteri Jenderal yang bernama
Taheri. Kemudian, setelah meninggalnya Agha Sahib, ayah Amir, tiba-tiba Amir
mendapatkan sebuah surat dari Rahim Khan, yang merupakan rekan kerja dan teman
baik ayahnya. Rahim Khan menyuruh Amir untuk pergi ke Pakistan untuk menemui
dirinya. Setelah tiba di Pakistan, Rahim Khan menceritakan segala hal kepada
Amir. Rahim Khan memberitahu Amir bahwa Hassan
sebenarnya adalah saudara tirinya.
Saat itulah Amir ingin bertemu kembali dengan Hassan. Namun Hassan telah
meninggal bersama istrinya, Farzana. Mereka dibunuh oleh Kelompok Taliban.
Namun, anak Hasan masih hidup dan sekarang berada di Afghanistan, di bawah
kekuasaan Assef yang sekarang menjadi eksekutor Taliban. Amir berniat untuk
kembali ke Afghanistan untuk menolong anak Hassan yang bernama Sohrab. Dengan
segala cara dan mengeluarkan segenap keberaniaanya saat menghadapi Assef, Amir
berhasil membebaskan Sohrab dan membawanya ke Amerika. Ia mengangkat Sohrab
sebagai anaknya dan berusaha memenuhi setiap keinginannya, untuk membalas
kebaikan temannya, yang tak lain adalah ayah Sohrab, di masa lalu.
Tak hanya menghibur, novel ini juga memberikan pengetahuan bagi
pembacanya tentang konflik politik yang terjadi di Afghanistan, terutama
mengenai perbedaan kasta antara kaum Sunni dan Syi'ah. Kekejaman kaum Taliban
diceritakan dengan brutal, sadis, bengis, dan keji. Betapa sengsaranya rakyat
Afghan dan porak porandanya infrastruktur kota-kota di Kabul mengingatkan
penulis pada carut marutnya ibu pertiwi yang tak pernah benar-benar merdeka
(hanya berganti penjajah dari bangsa asing ke bangsa sendiri). Satu hal yang
benar-benar baru bagi penulis adalah potret kehidupan komunitas mayarakat
Afghan-Amerika. Para imigran yang memiliki perkampungan tersendiri ini harus
memulai hidupnya dari nol dan melupakan status dan kehidupan mewah mereka di
negara asalnya agar bisa bertahan hidup.
E.
Kajian Psikologi terhadap
Karya Sastra
Dalam kajian yang menekankan pada karya sastra ini, penelaah mencoba menangkap
dan menyimpulkan aspek-aspek psikologis yang tercermin dalam karakter tokoh
dalam karya sastra dengan tanpa mempertimbangkan aspek biografi pengarangnya.
Penelaah dapat menganalisis psikologi para tokoh melalui dialog-dialog dan
prilakunya dengan menggunakan sumbangan pemikiran dari aliran psikologi
tertentu. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh penelaah sastra dala kajian
ini merupakan upaya mencari kesejajaran aspek-aspek psikologi dalam karakater
tokoh suatu karya dengan pandangan tentang psikologis manusia menurut aliran
psikologis tertentu.
Namun, yang menjadi permasalahan kini, karya sastra yang bagaimana yang
dapat dikaji dengan pendekatan psikologi sastra?, tentu saja jawabannya: karya
sastra yang menekankan pada aspek-aspek psikologis dalam karya sastra itu.
Berkaitan dengan konsep sastra psikologis ini, menurut Jung (Sukada, 1987:144),
sastra psikologis adalah sastra yang berkaitan dengan cerita tentang dunia
kesadaran manusia seperti pelajaran tentang kehidupan, dengan pengalaman nafsu
dan puncak nasib secara umum. Semua itu membentuk kehidupan manusia secara
sadar, khususnya dalam kehidupan perasaannya.
Sastra psikologis secara kejiwaan diangkat oleh pengarang dari pengalaman
bisa lalu dibawa ke tingkat pengalaman puitis dan diungkapkan dengan sedemikian
rupa, sehingga mampu membawa pembaca kepada kejelasan dan kedalaman pandangan
tentang makhluk manusia yang lebih besar. Karya ini mengenai pengalaman
kehidupan manusia dengan segala duka dan sukanya.
Berdasarkan
ciri pengolahan aspek psikologisnya, karya-karya psikologis dapat dikelompokkan
ke dalam dua kelompok, yaitu:
1) karya-karya yang oleh pengarangnya belum diberi penafsiran secara
psikologis terhadap para tokohnya, sehingga terdapat ruang gerak bagi penelaah
untuk menganalisisnya.
2) Karya yang jarang menyajikan eksposisi psikologis. Karya ini disusun
berdasrkan anggapan-anggapan psikologis secara implisit. Oleh karena, pengarang
tidak menyadari hal yang demikian, maka bagi penelaah itu justru membuat karya
tersebut tampak utuh.
Kajian psikologi terhadap aspek kejiwaan para tokoh dalam cerita ini
dilakukan dengan menggunakan teori-teori dalam psikologi. Teori psikologi yang
telah banyak digunakan dari dulu sampai kini adalah psikoanalisis-nya Freud.
Dalam kajian ini penelaah sastra ingin mendapatkan kesejajaran dari aspek-aspek
psikologi tokoh dengan teori psikoanalisis.
Berkenaan dengan terdapatnya kesejajaran aspek-aspek psikologi para tokoh
dalam karya melalui pandangan aliran psikologi tertentu, terdapat dua
pengarang.
Pertama, kesejajaran itu terjadi karena sang pengarang memang sengaja
memasukkan pandangan teori psikologi tertentu dalam karyanya. Hal itu seperti
telah dilakukan oleh Khaled Hosseini, ia telah memasukan nilai psikologi
pada cerita yang berjudul “The Kite
Runner” pada tokoh Amir, tokoh ini merupakan tokoh utama dalam cerita
tersebut, id nya adalah ia telah memilih suatu keputusan yang salah pada masa
lalunya, Pasa saat Hassan tengah mengejar laying-layang yang putus untuk Amir,
Hassan dan Assef terlibat dalam suatu perkelahian memperebutkan laying-layang,
pada akhirnya Assef melakukan tindak kekerasan seksual kepada Hassan.
Sebenarnya pada saat kejadian itu, Amir melihatnya. Namun ia memutuskan untuk
melarikan diri dan tidak menolong sahabatnya, Hassan, yang telah rela melakukan
apapun demi dia. Semenjak kejadian itu, Amir menjauh dari Hassan dan berbuat
apa saja untuk membuat Hassan bisa pergi jauh dari dirinya. Waktu pun berlalu
dan akhirnya Amir memiliki keberaniaan untuk menebus segala kesalahannya dulu
pada Hassan, ia harus merawat anaknya Hassan yaitu Sohrab. Terdapat perubahan
psikologi dalam diri tokoh Amir, ketika ia menjadi dewasa, sebagai lelaki yang
dewasa ia harus memperbaiki kesalahannya di masa lalu.
Pada tokoh Agha Sahib memiliki kepribadian introvert, yaitu
kepribadian yang tertutup lebih banyak berorientasi kepada diri sendiri. tidak
mudah kontak dengan orang lain. Hal ini ditujukan pada tingkah laku Agha, dengan
sengaja agha sahib menutupi kebenaran bahwa Hassan merupakan saudara tiri dari
Amir, itulah alasan Agha Sahib sangat baik kepada Hassan, namun Agha Sahib
tidak bisa menunjukan rasa sayangnya kepada anak tirinya tersebut, karena hanya
Amir yang merupakan anak yang sah Agha secara hukum.
Kedua, kesejajaran antara aspek-aspek psikologi tokoh dalam suatu karya
dengan pandangan psikologi tersebut terjadi secara tidak sengaja. Hal ini dapat
terjadi karena pengarang yang memiliki kepekaan rasa lebih dari manusia biasa
mampu menangkap aspek-aspek kejiwaan manusia yang paling dalam. Aspek-aspek
kejiwaan ini lalu diolahnya adan dilahirkannya dalam bentuk sebuah karya.
Begitu juga seorang psikolog mampu menangkap aspek-aspek kejiwaan manusia yang
paling mendasar. Hanya perbedaannya dengan pengarang, dia tidak menyajikannya
dalam wujud karya sastra, tetapi dalam bentuk laporan ilmiah (buku). Hal itulah
tidak mengherankan jika di antara keduanya terdapat kesejajaran secara
kebetulan, karena tempat berangkatnya sama yaitu perilaku manusia.
F.
Kajian Psikologi terhadap
Pembaca
Dalam kajian ini peneliti
ingin mendapatkan gambaran tentang berbagaimana pengaruh suatu karya sastra
terhadap proses psikologi pembacanya. Penelaah sastra ingin menelusuri
bagaimana rahasia daya tarik dari karya sastra terhadap pembaca, baik secara
individu maupun kelompok. Penelaaah berusaha mengemukakan bagaimana caranya
pengalaman individu sang pembaca dapat dibawa ke dalam pengalaman hidup yang
ada dalam suatu karya. Bahlan, jika mungkin menemukan bagaimana caranya pembaca
menyatukan diri dengan pengalaman yang terdapat dalam suatu karya.
Kajian psikologi terhadap pembaca mengarahkan diri dengan menggunakan
pendekatan Ikonik (pancaran pribadi), artinya bahwa respon tokoh cerita
tercermin lewat pribadi pembaca, atau sebaliknya rasa kasihan, simpatik,
terpesona, dan sebagainya pembaca ikut seolah-olah larut dalam alur cerita yang
dibacanya.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Kritik
Psikoanalisis adalah kritik sastra yang menerapkan kaidah-kaidah psikoanalisis
dalam membicarakan karya sastra. Psikologi sastra menganalisis secara
terperinci pengalaman emosional yang dapat menjadi sumber gangguan jiwa
tokohnya. Psikoanalisis pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud.
Tokoh-tokoh
Teori Psikoanalisis antara lain,Sigmund Freud, T.S Elliot, Carl.G.Jung, Ribot, L.Russu, Wordsworth, Tatengkeng, Pujangga Baru.
Sastra psikologis secara kejiwaan diangkat oleh pengarang dari pengalaman
bisa lalu dibawa ke tingkat pengalaman puitis dan diungkapkan dengan sedemikian
rupa, sehingga mampu membawa pembaca kepada kejelasan dan kedalaman pandangan
tentang makhluk manusia yang lebih besar. Karya ini mengenai pengalaman
kehidupan manusia dengan segala duka dan sukanya.
Kajian psikologi terhadap pembaca mengarahkan diri dengan menggunakan
pendekatan Ikonik (pancaran pribadi), artinya bahwa respon tokoh cerita
tercermin lewat pribadi pembaca, atau sebaliknya rasa kasihan, simpatik,
terpesona, dan sebagainya pembaca ikut seolah-olah larut dalam alur cerita yang
dibacanya.