position:fixed;bottom:0px; right:0px;

hii

Minggu, 25 September 2016

Makalah Psikoanalisis Sastra



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam perkembangan ilmu sastra, mulailah dirasakan adanya pengaruh dari ilmu kemasyarakatan dan psikologi dalam studi sastra. Dengan semakin kuatnya arus masuk sosiologi dan psikologi ke dalam studi sastra, maka muncullah dua pendekatan baru, yakni: (1) pendekatan sosiologi yang memanfaatkan teori sosiologi; (2) pendekatan psikologi yang memanfaatkan teori psikologi.
Munculnya kajian sastra dengan menggunakan pendekatan psikologi ini berawal dari semakin meluasnya pengaruh teori psikoanalisis-nya Freud yang mulai muncul tahun 1905. Meluasnya teori psikoanalisis ini disebabkan oleh semakin luasnya penyebaran teori Freud mengenai tafsir mimpi (1900) dan Tiga teori tentang seksualitas (1905). Ditambah lagi, kedua teori penting tersebut telah berhasil mengangkat Freud ke puncak kejayaan sebagai tokoh psikologi modern. Hal itu diperluas lagi mengenai teori psikologi oleh murid-murid Freud seperti: C.G. Jung dengan psikoanalitis dan I.A. Richard dengan teori Kepribadian.
Dengan semakin meluasnya teori psikoanalisis tersebut, tidak terelakan lagi meluasnya pengaruh ke dalam berbagai sisi kehidupan, seperti agama, etika, edukatif, sosial, dan dunia sastra. Dengan pengaruh psikologi tersebut, para penelaah sastra mulai melakukan studi sastra dengan menggunakan pendekatan-pendekatan psikologi.
Namun, semakin berkembangnya psikologi sebagai suatau disiplin ilmu, maka studi sastra dengan pendekatan psikologi pun tidak semata bertumpu pada teori psikoanalisis-nya Freud, tetapi juga psikologi Gestalt, psikologi Behavioral, psikologi Eksistensial, psikologi Sosial, dan sebagainya.
                                                                                         
B.     Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan pada latar belakang, dapat diformulasikan permasalahan pokok sebagai berikut:
1.                  Apa yang dimaksud dengan teori Psikoanalisis?
2.                  Bagaimana sejarah perkembangan teori psikoanalisis?
3.                  Siapakah tokoh-tokoh dalam teori Psikoanalisis?
4.                  Bagaimana kajian Psikologi terhadap Karya Sastra?
5.               Bagaimana kajian Psikologi terhadap Pembaca ?

C.     Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.        Untuk mendapatkan deskripsi tentang teori Psikoanalisis
2.        Untuk mengetahui sejarah perkembangan teori psikoanalisis
3.        Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam teori psikoanalisis.
Sedangkan kegunaan penulisan makalah ini adalah diharapkan makalah ini dapat menjadi bahan belajar pada mata kuliah Prosa Fiksi.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Umum Psikoanalis

Psikoanalisis sendiri pada awalnya adalah sebuah metode psikoterapi untuk menyembuhkan penyakit-penyakit mental dan syaraf, dengan menggunakan teknik tafsir mimpi dan asosiasi bebas. Teori ini kemudian meluas menjadi sebuah teori tentang kepribadian. Konsep-konsep yang terdapat dalam teori kepribadian versi psikoanalisis ini termasuk yang paling banyak dipakai di berbagai bidang, hingga saat ini.
Konsep Freud yang paling mendasar adalah teorinya tentang ketidaksadaran. Pada awalnya, Freud membagi taraf kesadaran manusia menjadi tiga lapis, yakni lapisan unconscious (taksadar), lapisan preconscious (prasadar), dan lapisan conscious (sadar). Di antara tiga lapisan itu, taksadar adalah bagian terbesar yang memengaruhi perilaku manusia. Freud menganalogikannya dengan fenomena gunung es di lautan, di mana bagian paling atas yang tampak di permukaan laut mewakili lapisan sadar. Prasadar adalah bagian yang turun-naik di bawah dan di atas permukaan. Sedangkan bagian terbesar justru yang berada di bawah laut, mewakili taksadar.
Dalam buku-bukunya yang lebih mutakhir, Freud meninggalkan pembagian lapisan kesadaran di atas, dan menggantinya dengan konsep yang lebih teknis. Tetapi basis konsepnya tetap mengenai ketidaksadaran, yaitu bahwa tingkah laku manusia lebih banyak digerakkan oleh aspek-aspek tak sadar dalam dirinya. Pembagian itu dikenal dengan sebutan struktur kepribadian manusia, dan tetap terdiri atas tiga unsur, yaitu id, ego, dan superego.
·        Id adalah bagian yang sepenuhnya berada dalam ketidaksadaran manusia. Id berisi cadangan energi, insting, dan libido, dan menjadi penggerak utama tingkah laku manusia. Id menampilkan dorongan-dorongan primitif dan hewani pada manusia, dan bekerja berdasarkan prinsip kesenangan. Ketika kecil, pada manusia yang ada baru id-nya. Oleh karena itu kita melihat bahwa anak kecil selalu ngotot jika menginginkan sesuatu, tidak punya rasa malu, dan selalu mementingkan dirinya sendiri.
·        Ego berkembang dari id, ketika manusia mulai meninggalkan kekanak-kanakannya, sebagai bentuk respon terhadap realitas. Ego bersifat sadar dan rasional. keinginan-keinginan id tidak selalu dapat dipenuhi, dan ketika itulah ego memainkan peranan. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas. Misalnya, ketika id dalam diri kita ingin makan enak di restoran mahal, tetapi keuangan kita tidak mampu, maka ego tidak bisa memenuhi keinginan itu.
·        Superego muncul akibat persentuhan dengan manusia lain (aspek sosial). Dalam keluarga, superego ditanamkan oleh orang tua dalam bentuk ajaran moral mengenai baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, dsb. Superego muncul sebagai kontrol terhadap id, terutama jika keinginan id itu tidak sesuai dengan moralitas masyarakat. Superego selalu menginginkan kesempurnaan karena ia bekerja dengan prinsip idealitas.
B.     Sejarah Perkembangan Teori Psikoanalisis
            Dimulai dari suatu metode penyembuhan penderita sakit jiwa, hingga menjadi sebuah gagasan baru tentang manusia, psikoanalisis dianggap salah satu gerakan revolusioner dalam bidang psikologi. Peletak dasar teori ini adalah Sigmund Shlomo Freud, yang dijuluki sebagai bapak penjelajah dan pembuat peta ketidaksadaran dimana hal itu merupakan sumber energi perilaku manusia. Freud menyusun sebuah model sifat manusia untuk memahami manusia.
Sigmund Freud dilahirkan di Moravia, Cekoslovakia pada tanggal 6 mei 1856, pada usia 4 tahun bersama keluarganya Freud pindah ke Wina, Austria sebuah tempat dimana beliau kemudian menghabiskan hampir sebagian besar hidupnya. Sejak kecil beliau dikenal pandai, gemar membaca, dan menguasai berbagai bahasa, di antaranya bahasa Jerman, Perancis, Inggris, Italia, Spanyol, Latin, Yunani, dan lain sebagainya. Kondisi politik Austria saat itu membatasi ruang geraknya sebagai seorang Yahudi untuk bisa meneruskan cita-citanya kuliah di fakultas hukum, sehingga Freud memutuskan untuk mengambil jurusan kedokteran, dan pada usia 25 tahun dia telah lulus dan bekerja di sebuah rumah sakit di kota Wina. Di sini Freud bertemu dengan seorang dokter dokter spesialis syaraf bernama Josef Breuer,  yang sedang merawat seorang pasien dengan gejala-gejala histeria bernama Bertha Pappenheim.
Pada tahun 1885 Freud mendapatkan kesempatan untuk pergi ke Paris selama 4 bulan dan bertemu dengan Jean Charchot, seorang ahli syaraf dan hipnotis berkebangsaan Jerman. Dari beliau, Freud belajar tentang penggunaan hipnotis untuk menyembuhkan gejala-gejala histeria. Sepulangnya dari Paris, di Wina Freud kembali bekerja sama dengan Breuer dan menghasilkan sebuah buku yang sangat terkenal Studies of Hysteria (Freud & Breuer, 1895). Buku ini kemudian menjadi dasar bagi penelitian-penelitian Freud selanjutnya, beliau pertama kali memperkenalkan istilah psikoanalisa pada tahun 1896. Tulisan-tulisan Freud berikutnya pada periode tahun 1890-an banyak membahas tentang pentingnya peningkatan kesadaran individu tentang kehidupan seksualitasnya. Menurut Freud gejala-gejala histeria dan neurosis disebabkan oleh pengalaman seksual yang traumatis pada masa kecil.
Kombinasi antara ketertarikan Freud kepada masalah-masalah kejiwaan dengan pengalaman pribadinya pada masa kecil, dimana dia pernah mengalami ketertarikan pada ibu tirinya, serta rasa marahnya pada sang ayah, membuatnya ingin melakukan penelitian tentang mimpi dan fantasi. Hasil penelitiannya tersebut dituangkan dalam karya terbesar Freud yaitu Interpretation of Dreams, yang diselesaikannya pad tahun 1899, berisi tentang konsep bahwa mimpi merefleksikan harapan-harapan yang ditekan, dan bahwa proses mental dan fisik itu saling berhubungan satu sama lain, sebuah konsep yang saat itu banyak mendapatkan penolakan dari masyarakat luas.
Seiring dengan penolakan tersebut, respon positif mulai berdatangan dari beberapa simpatisan, dimulai dengan mengadakan forum the Wednesday Psychological Society (1902) hingga menjadi the Vienna Psychoanalytic Society (1908). Pada tahun-tahun itu Fr eud juga menjadi semakin produktif dalam menulis, beberapa buku berhasil diterbitkannya antara lain : the Psychopathology of Everyday Life (1901), Three Essays on Sexuality (1905), dan Jokes and Their Relation to the Unconscious (1905). Sebuah peristiwa penting yang akhirnya memberikan pengakuan terhadap psikoanalisa dan membawanya ke Amerika adalah undangan dari Stanley Hall untuk memberikan kuliah umum di Clark University di Worcester, Massachusetts pada tahun 1909. Setelah itu perhatian dunia semakin besar terhadap teori Psikoanalisa, ditambah dengan terbitnya buku penting Freud yang lain seperti Introductory Lectures on Psycho-Analysis (1917) dan the Ego and the Id (1923).
Perkembangan penting dalam psikoanalisa bukan hanya tentang tulisan-tulisan Freud tapi juga seputar interaksinya dengan para pengikutnya. Beberapa dari muridnya mengembangkan teori psikoterapinya sendiri seperti Alfred Adler, Carl Jung, dan Otto Rank, yang kemudian disebut sebagai neo-Freudian, lebih memfokuskan pada faktor-faktor sosial dan budaya daripada faktor biologis. Karen Horney (1937)  yang tidak setuju dengan pandangan Freud tentang perempuan, berpendapat bahwa faktor budaya dan hubungan interpersonal lebih berpengaruh terhadap kepribadian individu daripada trauma masa kecil. Erich Fromm (1955) memfokuskan penelitiannya pada kelompok-kelompok sosial dan perubahan kebudayaan. Neo-Freudian yang paling banyak mendapat perhatian karena memberikan tambahan dimensi pada teori psikoanalisa, adalah Harry Stack Sullivan (1953) dia memberikan penekanan pada faktor-faktor interpersonal dan hubungan teman sebaya pada masa kecil.
Sigmund Freud terus aktif berkarya hingga maut menjemputnya pada tahun 1939 karena penyakit kanker mulut dan rahang yang telah dideritanya selama 16 tahun terakhir, dan melewati 33 kali operasi. Beliau meninggal dunia di London pada usia 83 tahun dan meninggalkan warisan yang tidak ternilai bagi dunia psikoterapi modern.


C.   Tokoh-tokoh Teori Psikoanalisis
1.      Sigmund Freud, seorang yang sangat berbudaya dan beliau mendapatkan dasar pendidikan Austria yang menghargai karya Yunani dan Jerman Klasik.
2.      T.S Elliot
3.      Carl.G.Jung.
4.      Ribot, psikolog Perancis
5.      L.Russu
6.      Wordsworth yang menggunakan psikologi sebagai uraian genetik tentang puisi.
7.      Tatengkeng, Pujangga Baru. Menyatakan bahwa untuk menulis puisi yang baik penyair harus dalam keadaan jiwa tertentu pula.



D.   Sinopsis
The Kite Runner adalah sebuah kisah penuh kekuatan tentang persaudaraan, kasih sayang, pengkhianatan, dan penderitaan. Khaled Hosseini dengan brilian menghadirkan sisi-sisi lain dari Afghanistan, negeri indah yang hingga kini masih menyimpan duka. Tetapi, bahkan kepedihan selalu menyimpan kebahagiaan. Di tengah belantara puing di kota Kabul, akankah Amir menemukannya?
The Kite Runner mengisahkan tentang dua sahabat karib yang bernama Amir dan Hassan. Amir merupakan seorang anak keturunan Ras Pashtun (ras terhormat di Afghanistan pada saat itu), ayahnya bernama Agha Sahib, seorang duda yang kaya raya. Sedangkan Hassan hanyalah anak seorang pelayan. Ayah Hassan bernama Ali dan ia merupakan pelayan di rumah Agha Sahib. Hassan merupakan anak keturunan Ras Hazara. Amir dan Hassan tinggal di Kabul Afghanistan, dan pada saat itu merupakan era pertempuran antara Taliban dengan Rusia. Amir dan Hassan selalu bermain bersama. Di tempat mereka tinggal, ada seorang anak yang bernama Assef yang memiliki kelainan seksual dan suka menganiaya anak laki-laki bersama geng brutalnya. Pada suatu hari, Assef ingin mencelakai Amir. Namun Hassan menyelamatkan Amir dengan gagah berani. Ia menembakkan ketapel ke mata Assef. Assef meraung kesakitan dan berjanji akan membalas perbuatan itu. Hassan setia mengikuti kemanapun Amir pergi, bahkan ia juga selalu berusaha melindungi Amir dari serangan Assef. Pada saat ulang tahun Hassan, Amir menghadiahi sebuah layang-layang kepada Hassan. Hassan sangat senang sekali menerima hadiah itu dan ia juga berjanji untuk mengajari Amir bermain layang-layang. Amir tidak bisa bermain layang-layang dan Hassan adalah seorang pemain layangan yang hebat. Berkat pengajaran dari Hassan, Amir dapat memainkan layang-layang dengan sangat baik. Bahkan pada saat ada pertandingan lokal bermain layang-layang, Amir berhasil memenangkannya. Pada saat Hassan pergi mengambil layang-layang Amir yang terjatuh di suatu tempat, Assef mengikutinya dan berhasil mendapatkan Hassan yang tengah sendirian berada di sebuah gang yang sepi. Pada saat itulah, Assef melakukan tindak kekerasan seksual kepada Hassan. Sebenarnya pada saat kejadian itu, Amir melihatnya. Namun ia memutuskan untuk melarikan diri dan tidak menolong sahabatnya, Hassan, yang telah rela melakukan apapun demi dia. Semenjak kejadian itu, Amir menjauh dari Hassan dan berbuat apa saja untuk membuat Hassan bisa pergi jauh dari dirinya. Pada saat itulah Amir memfitnah Hassan telah mencuri jam tangannya. Akibat peristiwa itu, Ali, ayah Hassan memutuskan untuk tidak bekerja lagi untuk keluarga Agha Sahib. Beberapa Tahun kemudian, terjadi invansi besar-besaran oleh Rusia, yang membuat Agha Sahib dan Amir harus mengungsi ke Amerika. Di Amerika, Amir mmenyelesaikan pendidikannya dan menjadi seorang penulis novel. Amir kemudian menikah dengan seorang wanita bernama Soraya, yang merupakan seorang puteri Jenderal yang bernama Taheri. Kemudian, setelah meninggalnya Agha Sahib, ayah Amir, tiba-tiba Amir mendapatkan sebuah surat dari Rahim Khan, yang merupakan rekan kerja dan teman baik ayahnya. Rahim Khan menyuruh Amir untuk pergi ke Pakistan untuk menemui dirinya. Setelah tiba di Pakistan, Rahim Khan menceritakan segala hal kepada Amir. Rahim Khan memberitahu Amir bahwa Hassan sebenarnya adalah saudara tirinya. Saat itulah Amir ingin bertemu kembali dengan Hassan. Namun Hassan telah meninggal bersama istrinya, Farzana. Mereka dibunuh oleh Kelompok Taliban. Namun, anak Hasan masih hidup dan sekarang berada di Afghanistan, di bawah kekuasaan Assef yang sekarang menjadi eksekutor Taliban. Amir berniat untuk kembali ke Afghanistan untuk menolong anak Hassan yang bernama Sohrab. Dengan segala cara dan mengeluarkan segenap keberaniaanya saat menghadapi Assef, Amir berhasil membebaskan Sohrab dan membawanya ke Amerika. Ia mengangkat Sohrab sebagai anaknya dan berusaha memenuhi setiap keinginannya, untuk membalas kebaikan temannya, yang tak lain adalah ayah Sohrab, di masa lalu.
Tak hanya menghibur, novel ini juga memberikan pengetahuan bagi pembacanya tentang konflik politik yang terjadi di Afghanistan, terutama mengenai perbedaan kasta antara kaum Sunni dan Syi'ah. Kekejaman kaum Taliban diceritakan dengan brutal, sadis, bengis, dan keji. Betapa sengsaranya rakyat Afghan dan porak porandanya infrastruktur kota-kota di Kabul mengingatkan penulis pada carut marutnya ibu pertiwi yang tak pernah benar-benar merdeka (hanya berganti penjajah dari bangsa asing ke bangsa sendiri). Satu hal yang benar-benar baru bagi penulis adalah potret kehidupan komunitas mayarakat Afghan-Amerika. Para imigran yang memiliki perkampungan tersendiri ini harus memulai hidupnya dari nol dan melupakan status dan kehidupan mewah mereka di negara asalnya agar bisa bertahan hidup.
E.    Kajian Psikologi terhadap Karya Sastra
Dalam kajian yang menekankan pada karya sastra ini, penelaah mencoba menangkap dan menyimpulkan aspek-aspek psikologis yang tercermin dalam karakter tokoh dalam karya sastra dengan tanpa mempertimbangkan aspek biografi pengarangnya. Penelaah dapat menganalisis psikologi para tokoh melalui dialog-dialog dan prilakunya dengan menggunakan sumbangan pemikiran dari aliran psikologi tertentu. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh penelaah sastra dala kajian ini merupakan upaya mencari kesejajaran aspek-aspek psikologi dalam karakater tokoh suatu karya dengan pandangan tentang psikologis manusia menurut aliran psikologis tertentu.
Namun, yang menjadi permasalahan kini, karya sastra yang bagaimana yang dapat dikaji dengan pendekatan psikologi sastra?, tentu saja jawabannya: karya sastra yang menekankan pada aspek-aspek psikologis dalam karya sastra itu. Berkaitan dengan konsep sastra psikologis ini, menurut Jung (Sukada, 1987:144), sastra psikologis adalah sastra yang berkaitan dengan cerita tentang dunia kesadaran manusia seperti pelajaran tentang kehidupan, dengan pengalaman nafsu dan puncak nasib secara umum. Semua itu membentuk kehidupan manusia secara sadar, khususnya dalam kehidupan perasaannya.
Sastra psikologis secara kejiwaan diangkat oleh pengarang dari pengalaman bisa lalu dibawa ke tingkat pengalaman puitis dan diungkapkan dengan sedemikian rupa, sehingga mampu membawa pembaca kepada kejelasan dan kedalaman pandangan tentang makhluk manusia yang lebih besar. Karya ini mengenai pengalaman kehidupan manusia dengan segala duka dan sukanya.
Berdasarkan ciri pengolahan aspek psikologisnya, karya-karya psikologis dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu:
1) karya-karya yang oleh pengarangnya belum diberi penafsiran secara psikologis terhadap para tokohnya, sehingga terdapat ruang gerak bagi penelaah untuk menganalisisnya.
2) Karya yang jarang menyajikan eksposisi psikologis. Karya ini disusun berdasrkan anggapan-anggapan psikologis secara implisit. Oleh karena, pengarang tidak menyadari hal yang demikian, maka bagi penelaah itu justru membuat karya tersebut tampak utuh.
Kajian psikologi terhadap aspek kejiwaan para tokoh dalam cerita ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori dalam psikologi. Teori psikologi yang telah banyak digunakan dari dulu sampai kini adalah psikoanalisis-nya Freud. Dalam kajian ini penelaah sastra ingin mendapatkan kesejajaran dari aspek-aspek psikologi tokoh dengan teori psikoanalisis.
Berkenaan dengan terdapatnya kesejajaran aspek-aspek psikologi para tokoh dalam karya melalui pandangan aliran psikologi tertentu, terdapat dua pengarang.
Pertama, kesejajaran itu terjadi karena sang pengarang memang sengaja memasukkan pandangan teori psikologi tertentu dalam karyanya. Hal itu seperti telah dilakukan oleh Khaled Hosseini, ia telah memasukan nilai psikologi  pada cerita yang berjudul “The Kite Runner” pada tokoh Amir, tokoh ini merupakan tokoh utama dalam cerita tersebut, id nya adalah ia telah memilih suatu keputusan yang salah pada masa lalunya, Pasa saat Hassan tengah mengejar laying-layang yang putus untuk Amir, Hassan dan Assef terlibat dalam suatu perkelahian memperebutkan laying-layang, pada akhirnya Assef melakukan tindak kekerasan seksual kepada Hassan. Sebenarnya pada saat kejadian itu, Amir melihatnya. Namun ia memutuskan untuk melarikan diri dan tidak menolong sahabatnya, Hassan, yang telah rela melakukan apapun demi dia. Semenjak kejadian itu, Amir menjauh dari Hassan dan berbuat apa saja untuk membuat Hassan bisa pergi jauh dari dirinya. Waktu pun berlalu dan akhirnya Amir memiliki keberaniaan untuk menebus segala kesalahannya dulu pada Hassan, ia harus merawat anaknya Hassan yaitu Sohrab. Terdapat  perubahan psikologi dalam diri tokoh Amir, ketika ia menjadi dewasa, sebagai lelaki yang dewasa ia harus memperbaiki kesalahannya di masa lalu.
Pada tokoh Agha Sahib memiliki kepribadian introvert, yaitu kepribadian yang tertutup lebih banyak berorientasi kepada diri sendiri. tidak mudah kontak dengan orang lain. Hal ini ditujukan pada tingkah laku Agha, dengan sengaja agha sahib menutupi kebenaran bahwa Hassan merupakan saudara tiri dari Amir, itulah alasan Agha Sahib sangat baik kepada Hassan, namun Agha Sahib tidak bisa menunjukan rasa sayangnya kepada anak tirinya tersebut, karena hanya Amir yang merupakan anak yang sah Agha secara hukum.
Kedua, kesejajaran antara aspek-aspek psikologi tokoh dalam suatu karya dengan pandangan psikologi tersebut terjadi secara tidak sengaja. Hal ini dapat terjadi karena pengarang yang memiliki kepekaan rasa lebih dari manusia biasa mampu menangkap aspek-aspek kejiwaan manusia yang paling dalam. Aspek-aspek kejiwaan ini lalu diolahnya adan dilahirkannya dalam bentuk sebuah karya. Begitu juga seorang psikolog mampu menangkap aspek-aspek kejiwaan manusia yang paling mendasar. Hanya perbedaannya dengan pengarang, dia tidak menyajikannya dalam wujud karya sastra, tetapi dalam bentuk laporan ilmiah (buku). Hal itulah tidak mengherankan jika di antara keduanya terdapat kesejajaran secara kebetulan, karena tempat berangkatnya sama yaitu perilaku manusia.
F.                Kajian Psikologi terhadap Pembaca

Dalam kajian ini peneliti ingin mendapatkan gambaran tentang berbagaimana pengaruh suatu karya sastra terhadap proses psikologi pembacanya. Penelaah sastra ingin menelusuri bagaimana rahasia daya tarik dari karya sastra terhadap pembaca, baik secara individu maupun kelompok. Penelaaah berusaha mengemukakan bagaimana caranya pengalaman individu sang pembaca dapat dibawa ke dalam pengalaman hidup yang ada dalam suatu karya. Bahlan, jika mungkin menemukan bagaimana caranya pembaca menyatukan diri dengan pengalaman yang terdapat dalam suatu karya.
Kajian psikologi terhadap pembaca mengarahkan diri dengan menggunakan pendekatan Ikonik (pancaran pribadi), artinya bahwa respon tokoh cerita tercermin lewat pribadi pembaca, atau sebaliknya rasa kasihan, simpatik, terpesona, dan sebagainya pembaca ikut seolah-olah larut dalam alur cerita yang dibacanya.


BAB III
PENUTUP

Simpulan
Kritik Psikoanalisis adalah kritik sastra yang menerapkan kaidah-kaidah psikoanalisis dalam membicarakan karya sastra. Psikologi sastra menganalisis secara terperinci pengalaman emosional yang dapat menjadi sumber gangguan jiwa tokohnya. Psikoanalisis pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud.
Tokoh-tokoh Teori Psikoanalisis antara lain,Sigmund Freud, T.S Elliot, Carl.G.Jung, Ribot, L.Russu, Wordsworth, Tatengkeng, Pujangga Baru.
Sastra psikologis secara kejiwaan diangkat oleh pengarang dari pengalaman bisa lalu dibawa ke tingkat pengalaman puitis dan diungkapkan dengan sedemikian rupa, sehingga mampu membawa pembaca kepada kejelasan dan kedalaman pandangan tentang makhluk manusia yang lebih besar. Karya ini mengenai pengalaman kehidupan manusia dengan segala duka dan sukanya.
Kajian psikologi terhadap pembaca mengarahkan diri dengan menggunakan pendekatan Ikonik (pancaran pribadi), artinya bahwa respon tokoh cerita tercermin lewat pribadi pembaca, atau sebaliknya rasa kasihan, simpatik, terpesona, dan sebagainya pembaca ikut seolah-olah larut dalam alur cerita yang dibacanya.


Jumat, 23 September 2016

BERBAGAI JENIS KALIMAT PADA SUB DIALEK BANJAR KUALA



BERBAGAI JENIS KALIMAT PADA SUB DIALEK BANJAR KUALA
Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian Bahasa
Dosen Pembimbing : Prof. Drs. Rustam Effendi, M.Pd., Ph.D.


Logo_unlam

Oleh kelompok 9:
Norhidayatullah          NIMA1B114089
Nur Rahmah                NIM A1B114090
Nurbaiti                       NIM A1B114091
Nurul Hidayah                        NIM A1B114092
Rido Ansyori              NIM A1B114094


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
APRIL 2015

ABSTRAK
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat kehendak-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Berbagai Jenis Kalimat pada Sub Dialek Banjar Kuala”. Dengan adanya pembuatan makalah ini, kiranya kami dapat menyelesaikan tugas perkuliahan “Metodologi Penelitian Bahasa”, Terima kasih kepada teman-teman dari kelompok sembilan yang telah membantu dalam proses menyusun makalah ini. semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah ilmu untuk kita semua. Atas pembuatan makalah ini kami memohon kritik serta saran dari semua pihak, agar nantinya makalah ini bisa lebih sempurna daripada sebelumnya.



Banjarmasin, 11 April 2016


Kelompok  9







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang..............................................................................................................
1.2  Rumusan Masalah..........................................................................................................
1.3  Tujuan dan Kegunaan Penulisan...................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1      Kalimat Mayor dan Kalimat Minor
2.1.1        Pengertian Kalimat Mayor dan Contoh Kalimat Mayor...................................
2.1.2        Pengertian Kalimat Mayor dan Contoh Kalimat Minor....................................
2.2      Kalimat Verbal dan Kalimat Non-Verbal......................................................................
2.2.1        Pengertian Kalimat Verbal dan Contoh Kalimat Verbal...................................
2.2.2        Pengertian Kalimat Non-Verbal dan Contoh Kalimat Non-Verbal..................
2.3      Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat
2.3.1        Pengertian Kalimat Bebas.................................................................................
2.3.2        Pengertian Kalimat Terikat................................................................................
2.3.3        Contoh Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat.....................................................

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................
3.1 Simpulan........................................................................................................................
3.2 Saran..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Mengingat banyaknya jenis kalimat pada Sub Dialek bahasa Banjar Kuala, kami berusaha untuk meneliti beberapa contoh kalimat yang dianggap relevan dengan Kamus Bahasa Banjar. Kalimat kalimat tersebut merupakan kalimat yang berisi kata-kata yang sudah banyak ditanggalkan pemakaiannya oleh masyarakat suku banjar, hal ini tentu sangat disayangkan jika bahasa daerah terus saja mengalami pengurangan daya pemakaiannya.
Jika penelitian ini tidak diadakan maka, dikhawatirkan akan membuat tercampurnya sub dialek bahasa banjar Kuala dan sub dialek bahasa banjar Hulu, hal ini sudah mulai terasa, ketika terjadi perkawinan oleh masyarakat pengguna Sub dialek banjar Kuala dan masyarakat pengguna Sub Dialek banjar Hulu, hal ini mengakibatkan keturunan selanjutnya bukan penerus pengguna bahasa yang asli, namun menggunakan bahasa banjar yang tercampur, baik dari struktur kalimat, pemakaian kosa kata, serta intonasi dalam berbicara. Sehingga hal tersebut harus segera diantisipasi oleh orang-orang yang berada dalam lingkup bahasa, serta pengimformasian kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga warisan budaya bahasa banjar di Kalimantan Selatan.
1.2  Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan pada latar belakang, dapat diformulasikan permasalahan pokok sebagai berikut:
1.         Apa pengertian dari Kalimat Mayor dan Kalimat Minor?
2.         Apa sajakah contoh Kalimat Mayor dan Kalimat Minor pada sub dialek banjar kuala?
3.         Apa pengertian dari Kalimat Verbal dan Kalimat Non-Verbal?
4.         Apa sajakah contoh Kalimat Verbal dan Kalimat Non-Verbal  pada sub dialek banjar kuala?
5.         Apa pengertian dari Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat?
6.         Apa sajakah contoh Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat pada sub dialek banjar kuala?


1.3  Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Menginformasikan tentang pengertian kalimat mayor dan kalimat minor.
2.      Mencontohkan berbagai kalimat mayor dan kalimat minor dengan menggunakan sub dialek bahasa banjar kuala.
3.      Menginformasikan tentang pengertian kalimat verbal dan kalimat non-verbal.
4.      Mencontohkan berbagai kalimat verbal dan kalimat non-verbal dengan menggunakan sub dialek bahasa banjar kuala.
5.      Menginformasikan tentang pengertian kalimat bebas dan kalimat terikat.
6.      Mencontohkan berbagai Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat dengan menggunakan bahasa sub dialek banjar kuala

Sedangkan kegunaan penulisan makalah ini adalah diharapkan makalah ini dapat menjadi bahan belajar pada mata kuliah Metodologi Penelitian Bahasa.


BAB II
PEMBAHASAN


2.1    Kalimat Mayor dan Kalimat Minor
Pembedaan kalimat mayor dan kalimat minor dilakukan berdasarkan lengkap dan tidaknya klausa yang menjadi konstituen dasar suatu kalimat.

2.1.1             Pengerian Kalimat Mayor
Kalimat Mayor merupakan sebuah klausa yang lengkap, sekurang kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat. Contohnya:
Sub Dialek Banjar Kuala
Bahasa Indonesia
Anang hanyar tabangun.
Anang baru bangun.
Ikam nang ka sini.
Kamu yang ke sini.
Mamanya Aluh handak mailangi kawannya di kampung.
Ibunya Aluh ingin menengok temannya di kampung.
Inya mangatam banih.
Dia memanen padi.
Kainya Amat tulak ka pahumaan.
Kakeknya Amat berangkat ke sawah.

2.1.2             Pengertian Kalimat Minor
Kalimat minor memiliki ciri klausa tidak lengkap, entah hanya terdiri subjek saja, predikat saja, objek saja, ataukah keterangan saja, maka kalimat tersebut disebut kalimat minor. Kalimat minor ini meskipun unsur-unsurnya tidak lengkap, namun dapat dipahami karena konteksnya diketahui oleh pendengar maupun pembicara. Contoh kalimat minor:
Sub Dialek Banjar Kuala
Bahasa Indonesia
Liwar kajal!
Sangat berdesakan!
Lakasi!
Cepat!
Handak bakunyung.
Ingin berenang.
Ka Banjarmasin.
Ke Banjarmasin.
Amat handak tulak.
Amat hendak berangkat.
Dalas tahantak mundur maka kada.
Meskipun terjatuh tidak akan menyerah.
Waja sampai ka puting.
Kuat sampai ke ujung.

2.2    Kalimat Verbal dan Kalimat Non-Verbal
2.2.1             Pengerian Kalimat Verbal
Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal, atau kalimat yang predikatnya berupa kata atau frasa yang berkategori verba. Berkenaan dengan banyaknya jenis atau tipe verbal, maka biasanya dibedakan pula adanya kalimat transitif, intransitif, kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat dinamis, kalimat statis, kalimat refleksif,kalimat resiprokal, dan kalimat ekuatif.
·         Kalimat Transitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba transitif, yaitu verba yang biasanya diikuti oleh sebuah objek kalau verba tersebut bersifat monotransitif, dan diikuti oleh dua buah objek kalau verbanya berupa verba bitransitif, contoh kalimat Transitif:
Sub Dialek Banjar Kuala
Bahasa Indonesia
Andi batampah wadai.
Andi memesan kue.
Amin mamakan iwak karing.
Amin memakan ikan kering.
Ading manyanyiakan sabuting lagu.
Ading manyanyiakan sebuah lagu.
Ijum maminum banyu putih.
Ijum meminum air putih.
Edo bamainan keleker.
Edo bermain kelereng.

·         Kalimat Intransitif adalah kalimat yang predikatnya berupa verba intransitif, yaitu verba verba yang tidak memiliki objek, contoh kalimat Intransitif:
Sub Dialek Banjar Kuala
Bahasa Indonesia
Nita handak makan.
Nita ingin makan.
Acil bakamih ka jamban.
Bibi kencing ke toilet.
Kai hanyar bulik.
Kakek baru pulang.
Nana bahualan.
Nana berkelahi.
Amah tadangsar.
Amah terpeleset.
Junai mahayabang.
Junai melamun.




·         Kalimat Aktif adalah kalimat yang predikatnya kata kerja aktif. Dalam bahasa Indonesia verba aktif biasanya ditandai dengan prefiks, contohnya:
Sub Dialek Banjar Kuala
Bahasa Indonesia
Unda manulis surat.
Saya menulis surat.
Kamanakanku lagi mandangarakan radio.
Keponakanku sedang mendengarkan radio.
Mama manapas salawar.
Ibu mencuci celana.
Mama manyiangi iwak.
Ibu membersihkan ikan.
Ardah maangkut tapasan baju.
Ardah membawa cucian baju.
Ulak mamutik ilung.
Ulak memetik eceng gondok.




Dalam kepustakaan lingusitik ada istilah kalimat aktif anti pasif dan kalimat pasif anti aktif sehubungan dengan adanya sejumlah verba aktif yang tidak dapat dipasifkan, dan verba pasif yang tidak dapat dijadikan verba aktif, contoh kalimat pasif yang tidak dapat dijadikan kalimat aktif :
Sub Dialek Banjar Kuala
Bahasa Indonesia
Julak laki kacuntanan baisukan tadi.
Paman kemalingan tadi pagi.
Batis tagapit lawanng.
Kaki terjepit pintu.


Contoh kalimat aktif yang tidak bisa dipasifkan :
Sub Dialek Banjar Kuala
Bahasa Indonesia
Inya kada mucil lawan paguruan.
Dia tidak bandel dengan guru-guru.
Samut mahurung gulaan.
Semut menggerumuni permen.

·         Kalimat Dinamis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara sistematis menyatakan tindakan atau gerakan,contohnya:
Sub Dialek Banjar Kuala
Bahasa Indonesia
Udin bukah ka dapur.
Udin berlari ke dapur.
Inya barabah di tilam.
Dia berbaring di tempat tidur.
Ipah garing bangat.
Ipah sakit keras.
Ading baguling di pahumaan.
Adik berguling-guling di sawah.
Mama manyiangi iwak.
Ibu membersihkan ikan.

2.2.2             Pengertian Kalimat Non-Verbal
Kalimat non-verbal adalah kalimat yang predikatnya bukan verba; bisa nomina atau frasa nomina, bisa adjektifa atau frasa adjektifa, bisa kelas numeral, bisa juga frasa preposisional. Berikut contoh kalimat non-verbal.
Sub Dialek Banjar Kuala
Bahasa Indonesia
Buhannya cangkal banar.
Mereka rajin sekali.
Kakanakan ka sakulahan.
Anak-anak ke sekolah.
Ikam langkar banar.
Kamu cantik sekali.
Unda menggaring kada ada nyawa.
Saya sakit karena kamu tidak ada.
Awak ikam batinggi.
Badanmu semakin tinggi.
Nyawa liwar lamak.
Kamu sangat gendut.




2.3    Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat
2.3.1             Pengerian Kalimat Bebas
Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap, atau dapat memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya.
2.3.2             Pengerian Kalimat Terikat
Kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap, atau menjadi pembuka paragraf atau wacana tanpa bantuan konteks.
2.3.3             Contoh Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat
Iwak Haruan
            Wayahini di Banjar ngalih banar mancari iwak haruan (kalimat bebas). Salimbadaan hintalunya haja ngalih banar dicari(kalimat terikat). Amunnya ada gin sing larangan(kalimat terikat).

Banjar Kuta Saribu Sungai
            Banjar wahini lain kuta saribu sungai lagi (kalimat bebas). Salimbadaan saribu, saratus gin asa ngalih banar mancari(kalimat terikat). Sudah sing dikitan rigat pulang(kalimat terikat). Bubuhan banjar kataju banar mambuang sampah ka sungai(kalimat terikat). Itu jua nang maulah sungai jadi tatumpuk lawan sampah, sampai akhirnya sungai di Banjar akhirnya tunggal dikitan hilang (kalimat terikat).


BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kalimat Mayor merupakan sebuah klausa yang lengkap, sekurang kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat. Sedangkan Kalimat minor memiliki ciri klausa tidak lengkap, entah hanya terdiri subjek saja, predikat saja, objek saja, ataukah keterangan saja, maka kalimat tersebut disebut kalimat minor.
Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal, atau kalimat yang predikatnya berupa kata atau frasa yang berkategori verba. Sedangkan Kalimat non-verbal adalah kalimat yang predikatnya bukan verba; bisa nomina atau frasa nomina, bisa adjektifa atau frasa adjektifa, bisa kelas numeral, bisa juga frasa preposisional.
Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap. Sedangkan Kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap
3.2 Saran
Hendaknya dari kalangan ketatabahasaan, maupun kalangan akademik lainnya, terus melakukan penelitian tentang bahasa banjar, yang dirasa bahasa banjar itu sendiri memiliki keberagaman kosa kata yang luar biasa banyaknya. Penelitian ini harus selalu diperbaharui ataupun dijadikan agenda rutin bagi kalangan ketatabahasaan, karena dengan dilakukannya penelitian lebih lanjut, maka buku-buku penunjang pembelajaran bahasa banjar, akan mudah untuk didapatkan dan dipelajari bagi masyarakat maupun kalangan pelajar itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul.  2009. Sintaksis Bahasa Indonesia.  Jakarta: Rineka Cipta.
______2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Djebar Hapip, Abdul. 2008. Kamus Banjar Indonesia. Banjarmasin: CV. Rahmat Hafiz Al Mubaraq.
Kridalaksana, Harimukti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.
Ode Sidu, La. 2013. Sintaksis Bahasa Indonesia. Kendari: Unhalu Press.